GARUTEXPO – Dalam upaya meningkatkan mutu layanan pendidikan di Kabupaten Garut, Dewan Pendidikan Kabupaten Garut melakukan monitoring dan evaluasi (Monev) di Koordinator Wilayah (Korwil) Pendidikan Kecamatan Wanaraja dan Sucinaraja. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Bupati Garut untuk mengevaluasi kinerja 42 Korwil pendidikan di seluruh kecamatan.
Anggota Dewan Pendidikan Garut, Asep Nurjaman, menjelaskan bahwa Korwil Pendidikan bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan layanan administrasi dan kegiatan pendidikan di tingkat kecamatan, guna memastikan kualitas pendidikan yang optimal di setiap satuan pendidikan.
“Peran Korwil diatur dalam Peraturan Bupati Garut Nomor 42 Tahun 2018. Evaluasi ini penting untuk melihat sejauh mana peran itu dijalankan secara efektif,” kata Asep, Minggu (12/5/2024).
Ia menambahkan bahwa Dewan Pendidikan memiliki empat fungsi utama, yaitu sebagai kontrol dan pemberi saran (advisory) terhadap berbagai persoalan di lapangan yang kemudian akan dianalisis dan dijadikan bahan rekomendasi strategis kepada Bupati.
Dalam Monev tersebut, Dewan Pendidikan menemukan sejumlah permasalahan krusial di Kecamatan Wanaraja dan Sucinaraja. Salah satu masalah yang disorot banyak kekurangan sarana dan prasarana pendidikan, serta adanya sekolah-sekolah yang perlu digabung (merger) karena dianggap tidak efektif dan efisien serta korwil itu tidak ada anggaran operasionalnya.
Masalah lainnya yang lebih penting adalah banyaknya kekosongan jabatan kepala sekolah yang saat ini diisi oleh pelaksana tugas (Plt).
“Jabatan kepala sekolah yang diisi Plt kurang efektif. Plt tidak memiliki kewenangan penuh dan biasanya merangkap tugas lain, sehingga fokus dan efektivitas dalam mengelola sekolah menurun,” jelasnya.
Untuk itu, Dewan Pendidikan merekomendasikan agar jabatan kepala sekolah yang kosong segera diisi oleh kepala sekolah definitif yang tepat dan memiliki dedikasi penuh.
Dewan Pendidikan juga menyoroti rasio pengawas sekolah yang tidak ideal. Ditemukan bahwa satu pengawas membawahi hingga 20 sampai 30 sekolah, jauh dari ketentuan ideal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, yakni satu pengawas untuk setiap 10 sekolah.
“Dengan jumlah sekolah sebanyak itu, pengawasan terhadap kurikulum dan pembelajaran tentu tidak akan berjalan optimal. Rasio yang ideal harus diterapkan agar pengawasan lebih intensif dan berkualitas,” tutur Asep.(*)