Garutexpo.com – Sengketa kepemilikan tanah antara seorang kepala desa dan Dinas Pendidikan kembali mengguncang publik di Kabupaten Garut. Persoalan muncul setelah diketahui bahwa tanah tempat berdirinya sebuah Sekolah Dasar Negeri yang telah beroperasi selama bertahun-tahun ternyata tidak memiliki kejelasan status kepemilikan secara administratif maupun hukum.
Ketua Masyarakat Tani Tatar Sunda (Mantra), Jojo, turut angkat bicara dan menyebut kasus ini sebagai bukti lemahnya pengelolaan aset, baik di tingkat pemerintah daerah maupun desa. Ia menegaskan bahwa pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) serta aset desa harus dilakukan dengan tertib agar memberikan kepastian hukum bagi semua pihak.
“Pengelolaan masalah aset harus dilakukan secara cermat. Aset, baik bergerak maupun tidak bergerak, memiliki manfaat besar untuk menghasilkan pendapatan dan menjaga nilai ekonominya. Untuk itu, pengamanan administrasi, fisik, dan hukum adalah keharusan,” ujar Jojo dalam keterangannya, Jumat (14/11/2025).
Tiga Pengamanan yang Dianggap Wajib
Jojo merinci tiga langkah utama yang harus dilakukan pemerintah dalam menjaga aset:
1. Pengamanan Administrasi
Melalui pendataan, inventarisasi, dan pencatatan aset dalam sistem resmi sesuai regulasi.
2. Pengamanan Fisik
Dengan menetapkan batas tanah secara jelas, memasang pagar, serta plang kepemilikan sebagai penguat identitas aset.
3. Pengamanan Hukum
Melalui pendaftaran tanah dan proses sertipikasi aset ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Ia menilai bahwa kelalaian terhadap langkah-langkah tersebut telah membuka celah terjadinya sengketa, seperti pada kasus SD Negeri yang dibangun di atas tanah carik desa tersebut.
“Bangunan sekolah dan pustu (puskesmas pembantu) di atas tanah carik desa adalah contoh nyata betapa lemahnya pengelolaan aset selama ini,” tegasnya.
Regulasi Jelas, Eksekusi Lemah
Menurut Jojo, baik pemerintah desa maupun Dinas Pendidikan tidak pernah mendaftarkan tanah itu ke BPN. Penyebabnya diduga terkait ketidaklengkapan administrasi yang tidak segera dibereskan.
Padahal, dasar hukum sudah sangat jelas—mulai dari Permendagri No. 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan BMD, Perda Garut No. 2 Tahun 2015, hingga Permendagri No. 1 Tahun 2016 yang mengatur tata kelola aset desa.
“Pengelolaan aset seharusnya menjadi prioritas, baik di tingkat pemerintah daerah maupun desa. Namun kenyataan di lapangan seolah menunjukkan bahwa hal ini diabaikan, padahal risikonya sangat besar,” ujarnya.
Kasus ini menjadi semakin penting setelah terbitnya Surat Edaran Mendagri No. 100.1.3.1/4911/SJ terkait pemanfaatan aset daerah dan desa untuk mendukung rencana bisnis Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Pertanyakan Peran DPRD
Jojo juga menyoroti minimnya pengawasan dari DPRD Kabupaten Garut yang menurutnya seharusnya aktif dalam mengawasi tata kelola aset.
“Yang dipertanyakan juga peran DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan, termasuk mendorong agar DPRD segera menerima audiensi dari masyarakat terkait masalah ini,” katanya.
Minta Pemda Bergerak Cepat
Jojo mendesak pemerintah daerah untuk mengambil langkah tegas. Ia meminta Sekretaris Daerah selaku pengelola barang milik daerah untuk turun tangan sesuai kewenangan.
“Kami mendorong Sekretaris Daerah selaku pengelola barang untuk segera mengambil langkah sesuai wewenang dan tanggung jawabnya. Begitu pula Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) serta para camat agar lebih proaktif membina desa dalam pengelolaan aset,” tegasnya.
Harapan agar Sengketa Tak Terulang
Jojo berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi pemerintah daerah dan desa agar lebih serius dalam mengelola aset. Ia menekankan pentingnya penegakan tata kelola aset sesuai regulasi demi menghindari kerugian dan konflik di kemudian hari.
“Kami tidak ingin kejadian seperti ini terulang. Pemerintah harus memastikan setiap aset memiliki status hukum yang jelas demi kepentingan masyarakat,” tandasnya.***


