GARUTEXPO – Dugaan penipuan oleh oknum pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang merugikan 90 warga Desa Cimaragas dan Desa Cihuni, Kecamatan Pangatikan, Kabupaten Garut, menjadi sorotan publik. Modus penipuan disebutkan berupa pengajuan kredit “topengan” dan “tempelan” dengan menggunakan data warga tanpa sepengetahuan mereka.
Menanggapi kasus ini, Forum Pemuda Peduli Garut (FPPG) melakukan audiensi dengan Komisi III DPRD Kabupaten Garut, Senin, 18 November 2024. Dalam audiensi, FPPG mendesak penegakan hukum yang tegas serta penyelesaian bagi para korban.
“Kami mendesak DPRD dan instansi terkait untuk segera mengambil langkah nyata agar tidak ada lagi warga yang menjadi korban praktik curang seperti ini,” ujar Jajang perwakilan FPPG.
Semenetar itu, Kepala Desa Cimaragas, Ila, menyampaikan sejumlah tuntutan. Ia menjelaskan bahwa warga menjadi korban karena data mereka digunakan untuk mengajukan kredit tanpa persetujuan. Sebagian dari mereka bahkan hanya meminjamkan KTP dan menerima sejumlah uang yang bervariasi, namun kini menghadapi tagihan kredit.
“Kami sudah beraudiensi, dan alhamdulillah ada beberapa kesepakatan. Penagihan akan ditangguhkan sementara sampai ada penyelidikan lebih lanjut di lapangan. Kami meminta agar tagihan warga disesuaikan dengan uang yang mereka terima. Selain itu, warga yang tidak benar-benar meminjam, tetapi hanya meminjamkan KTP, harus dibebaskan dari tagihan,” ujar Ila saat di wawancarai garutexpo.com seusai audiensi tersebut.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya meminta BRI untuk mengembalikan jaminan milik warga yang meminjam jika program kredit tersebut seharusnya tidak menggunakan jaminan.
Di sisi lain, Ketua Umum FPPG, Asep Nurjaman, melontarkan kritik tajam terhadap Kepala Cabang Pusat BRI yang absen dalam audiensi bersama Komisi III DPRD Garut, Senin, 18 November 2024. Audiensi ini membahas kasus dugaan penipuan yang melibatkan oknum pegawai BRI dan merugikan 90 warga Desa Cimaragas dan Cihuni, Kecamatan Pangatikan.
“Kepala cabang pusat, sebagai pimpinan tertinggi yang bertanggung jawab atas operasional dan manajemen BRI, seharusnya hadir. Ini menunjukkan ketidakseriusan dalam menangani kasus besar seperti ini. Bagaimana bisa seorang pucuk pimpinan menghindar dari tanggung jawab?” tegas Asep saat dikonfirmasi garutexpo.com, melalui sambungan WhatsApp.
Menurutnya, absennya kepala cabang menunjukkan lemahnya komitmen BRI dalam menjaga tata kelola perusahaan yang baik. Asep juga mempertanyakan integritas kepala cabang dalam menerapkan prinsip-prinsip manajemen risiko, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan.
“Kalau tata kelola perusahaan dilakukan dengan baik, kasus seperti ini tidak akan terjadi. Ini jelas kegagalan pimpinan. Perekrutan SDM tidak terawasi, pembinaan berkelanjutan abai, dan pengawasan internal minim. Kasus seperti ini bukan yang pertama, sebelumnya sudah ada kasus serupa di BRI,” sambungan Asep.
Asep menilai absennya kepala cabang pusat dalam audiensi sebagai tindakan yang tidak menghormati lembaga DPRD dan aspirasi masyarakat. “Ini Dewan Perwakilan Rakyat, yang mewakili masyarakat. Kalau kepala cabang saja tidak mau hadir, apa ini bukan bentuk meremehkan kasus besar ini?” katanya.
Dalam audiensi tersebut, pihak BRI hanya mengirimkan perwakilan dari tingkat bawah, yang menurut Asep tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan atau kebijakan strategis. Hal ini semakin memperkuat rasa kecewa masyarakat terhadap sikap pimpinan BRI.
“Yang hadir hanya bawahan, tanpa kapasitas untuk menyelesaikan masalah. Kepala cabang pusat harus bertanggung jawab penuh, baik secara operasional maupun manajerial. Saya kecewa, sangat kecewa,” pungkas Asep.
Kasus ini menjadi sorotan serius karena menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap salah satu bank terbesar di Indonesia. Audiensi tersebut diharapkan mampu mendorong penyelesaian yang adil bagi para korban dan perbaikan sistem internal BRI agar kasus serupa tidak terulang
BRI dan OJK Bungkam Terkait Dugaan Penipuan Kredit Terhadap warga Desa Cimaragas dan Cihuni
Pihak BRI memilih bungkam ketika dimintai keterangan oleh awak media terkait dugaan penipuan kredit yang merugikan 90 warga Desa Cimaragas dan Desa Cihuni, Kecamatan Pangatikan.
BRI tidak memberikan tanggapan resmi atas kasus ini, termasuk penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan diambil untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Kondisi ini menambah kekecewaan publik, terutama para korban yang merasa tidak mendapatkan kejelasan terkait nasib mereka.
Sikap serupa juga ditunjukkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang menyatakan bahwa dugaan kasus ini bukan merupakan bagian dari kewenangan mereka.
“Ini bukan kewenangan kami,” ujar perwakilan OJK singkat saat diwawancarai, Usai audiensi antara FPPG dan Komisi III DPRD Kabupaten Garut, Senin, 18 November 2024.
Ketiadaan pernyataan dari kedua institusi yang memiliki peran penting dalam pengawasan keuangan dan perbankan ini menimbulkan pertanyaan besar terkait tanggung jawab mereka dalam melindungi konsumen.
Kasus dugaan kredit “topengan” dan “tempelan” yang dilakukan oleh oknum pegawai BRI ini telah menarik perhatian publik, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. Korban, yang sebagian besar adalah warga desa kurang mampu, berharap kasus ini dapat segera diselesaikan dengan keadilan.
Masyarakat kini menunggu langkah konkret dari BRI dan pihak berwenang untuk memberikan kejelasan dan menyelesaikan persoalan ini secara tuntas.(*)