in

Diskusi Literasi Keuangan di Garut Soroti Bahaya Utang Konsumtif dan Dorong Pembiayaan Legal

GARUTEXPO – Literasi keuangan dinilai menjadi fondasi penting dalam memperkuat perekonomian masyarakat Garut. Isu ini mengemuka dalam diskusi bertajuk Ayo Ngobrol Uang yang digelar AyoGarut.com bersama para jurnalis dan pelaku usaha di Warung Kopi Gulapadi, Kabupaten Garut, Kamis (22/5/2025).

Mengusung tema Menguatkan Warga Lewat Literasi Keuangan dan Pembiayaan Legal, kegiatan tersebut menghadirkan akademisi, pelaku UMKM, serta pejabat pemerintah daerah. Fokus utama diskusi adalah pentingnya pemahaman keuangan agar masyarakat tidak terjebak dalam praktik pinjaman konsumtif, tetapi diarahkan pada pembiayaan yang produktif dan legal.

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Garut, Wufron, menjelaskan bahwa literasi keuangan tidak hanya mencakup pengetahuan dasar, tetapi juga keterampilan dalam mengelola keuangan secara sehat.

“Kalau mau inklusi keuangan meningkat, literasinya dulu yang dibenahi,” tegas Wufron.

Ia memaparkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) di Garut masih aman dan bahkan lebih rendah dari rata-rata Jawa Barat sebesar 3,17%. Namun, menurutnya, pendampingan terhadap pelaku usaha perlu terus dilakukan agar pinjaman digunakan secara produktif.

“Pendampingan itu perlu, tujuannya untuk memastikan dana agar digunakan untuk kegiatan usaha, mendorong peningkatan pendapatan dan cashflow, menghindari belanja konsumtif dan memprioritaskan kebutuhan,” katanya.

Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Garut, Ridzky Ridznurdhin, menyatakan bahwa tingginya akses terhadap layanan keuangan belum sejalan dengan tingkat pemahaman masyarakat.

“Banyak yang sudah bisa akses layanan keuangan, tapi belum punya pemahaman yang cukup,” ungkapnya.

Ia menyebutkan, hingga Mei 2025, terdapat 18.607 debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Garut dengan total nilai akad sebesar Rp627 miliar dan outstanding Rp576 miliar. Namun, rasio kewirausahaan di Garut baru mencapai 3,91 persen, di bawah rata-rata nasional sebesar 4 persen. Selain itu, baru 23 persen dari 601 ribu pelaku UMKM di Garut yang memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), yang merupakan syarat utama untuk mengakses pinjaman dari perbankan.

“Kalau tidak punya NIB, bank tidak akan memberikan pinjaman. Ini yang terus kita dorong,” ujarnya.

Diskusi juga menyinggung peran koperasi dalam menekan maraknya praktik pembiayaan ilegal atau bank emok. Dari 1.645 koperasi yang terdaftar di Garut, hanya 865 yang aktif, sebagian besar merupakan koperasi simpan pinjam.

Pemerintah daerah kini mendorong penguatan Koperasi Merah Putih sebagai alternatif pembiayaan yang lebih aman dan menjangkau masyarakat desa.

“Bank emok itu hidup karena bank formal tak menjangkau desa. Koperasi Merah Putih akan kita dorong untuk masuk ke sana,” lanjut Ridzky.

Salah satu pelaku UMKM, Ida Ridawati, pemilik jenama Twinnietwoes, menyampaikan bahwa pendampingan dari PNM Mekaar sangat membantunya dalam pengelolaan usaha.

“Dengan pendampingan dan pelatihan yang pas, bisnis kita akan berjalan sukses. Enggak cuma modal, harus tahu juga cara mengelola keuangan,” katanya.

PNM Mekaar menjadi contoh nyata pembiayaan legal yang mengutamakan edukasi dan pendampingan, terutama bagi perempuan pelaku usaha mikro di desa. Dengan pendekatan seperti ini, pelaku usaha diarahkan untuk mandiri secara finansial dan terhindar dari jeratan utang konsumtif.(*)

Ditulis oleh Kang Zey

Jalin Semangat dan Sinergi, Direksi PDAM Tirta Intan Garut Kunjungi Cabang Cilawu

STIE Yasa Anggana Garut Jalani Asesmen Lapangan LAMEMBA untuk Akreditasi Prodi Manajemen S1