Garutexpo.com – Menjelang berakhirnya peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) 2025, Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Kabupaten Garut mengeluarkan pernyataan tegas. Mereka menuntut Pemerintah Daerah Garut untuk tidak lagi memandang sebelah mata fenomena kekerasan terhadap perempuan yang terus meningkat, baik di ranah domestik maupun dunia digital.
Kampanye HAKTP yang berlangsung sejak 25 November hingga 10 Desember setiap tahunnya menjadi momentum krusial dalam menyoroti persoalan kekerasan berlapis yang dialami perempuan di daerah. Namun, menurut GMNI Garut, momentum ini tidak boleh hanya berakhir sebagai rutinitas tanpa tindak lanjut nyata.
Wakil Ketua Bidang Kesarinahan DPC GMNI Garut, Antie Nurul Fauziah, menegaskan bahwa kondisi perempuan di Garut saat ini membutuhkan langkah konkrit, sistematis, dan terintegrasi dari Pemda dan seluruh elemen masyarakat.
“Urgensi perlindungan perempuan di Garut semakin mendesak. Kekerasan tidak hanya terjadi di ruang domestik, tapi juga semakin massif di dunia digital. Ancaman ini sejalan dengan tema global ‘UNITE to End Digital Violence against All Women and Girls’,” ujar Antie, Rabu, 10 Desember 2025.
Antie menambahkan bahwa semangat HAKTP seharusnya tidak terhenti pada peringatan 16 hari semata. Ia menekankan pentingnya kebijakan yang berlaku sepanjang tahun, dengan dukungan anggaran, regulasi, dan layanan terpadu yang benar-benar bekerja di lapangan.
Tiga Desakan Utama GMNI Garut kepada Pemda Garu
1. Percepatan Regulasi Perlindungan Perempuan
GMNI mendesak Pemkab Garut untuk segera membentuk regulasi atau peraturan daerah yang secara khusus menjamin perlindungan perempuan korban kekerasan, termasuk kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
2. Penguatan Sinergi Layanan Terpadu
GMNI menilai kolaborasi antara P2TP2A, DP3A, kepolisian, dan lembaga masyarakat masih perlu diperkuat. Penanganan kasus harus dilakukan cepat, sensitif gender, dan tanpa diskriminasi, terutama untuk korban yang kerap mengalami trauma berlapis.
3. Peningkatan Literasi Digital Marhaenis
GMNI Garut siap menjadi mitra strategis pemerintah dalam edukasi masyarakat, khususnya di desa-desa, terkait pencegahan kekerasan digital. Pendekatan Kesarinahan—nilai penghormatan terhadap kemanusiaan dalam Marhaenisme—didorong menjadi filosofi dasar edukasi publik.
Antie menegaskan bahwa GMNI Garut tidak akan berhenti mengawal isu perlindungan perempuan. Ia menutup pernyataannya dengan nada yang penuh penekanan terhadap nilai kemanusiaan.
“Merujuk Marhaenisme, GMNI Garut berdiri di barisan terdepan untuk memastikan kaum Marhaen—khususnya perempuan Garut—hidup tanpa rasa takut. HAKTP harus menjadi komitmen abadi, bukan seremoni tahunan. Garut harus aman dan berkeadilan gender,” tegasnya.(*)


