Garutexpo.com – Tahun 2025 bukan sekadar pergantian kalender, tetapi menjadi titik balik besar dalam sistem kepegawaian nasional. Pemerintah secara resmi menetapkan 31 Desember 2025 sebagai batas akhir keberadaan tenaga honorer di seluruh instansi pemerintahan.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Zudan Arif, menegaskan keputusan tersebut bersifat final dan tidak akan diperpanjang.
“Kita perlu firm untuk tidak memberikan harapan yang sesungguhnya bukan harapan,” ujar Zudan melalui pernyataan resmi di akun Instagram BKN.
Kebijakan ini menjadi sinyal perubahan besar bagi ribuan tenaga honorer yang selama ini menjadi penopang utama layanan publik, terutama di sektor pendidikan dan kesehatan.
Di sekolah, tenaga honorer tidak hanya berperan sebagai guru, tetapi juga operator sekolah, tenaga tata usaha, pustakawan, hingga penjaga sekolah.
Sementara di puskesmas, banyak posisi penting seperti administrasi, teknisi laboratorium, dan petugas kebersihan yang juga diisi oleh tenaga non-ASN.
Kini, muncul pertanyaan besar: siapa yang akan menggantikan mereka setelah 2025?
Pemerintah menjawab dengan satu solusi: PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).
Zudan menjelaskan, tenaga honorer yang memiliki kinerja baik dan berprestasi akan diberi peluang diangkat secara bertahap menjadi PPPK penuh waktu. Namun, semuanya tetap harus melalui seleksi resmi CASN (Calon Aparatur Sipil Negara) dengan mekanisme yang telah ditetapkan.
“Yang belum ikut tes, paling banter bertahan sampai 31 Desember 2025,” tegasnya.
Sementara itu, Kementerian PAN-RB menyatakan tengah memetakan kebutuhan formasi baru untuk mengisi potensi kekosongan pasca-penghapusan honorer. Formasi PPPK tahun 2025 akan diprioritaskan bagi tenaga guru, tenaga kesehatan, dan tenaga teknis pelayanan publik.
“Kami ingin transisi ini berjalan halus tanpa mengganggu pelayanan masyarakat,” kata Menteri PAN-RB dalam keterangan resminya.
Namun, di lapangan, kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran besar di sejumlah daerah, terutama di wilayah yang sangat bergantung pada tenaga non-ASN.
Banyak kepala sekolah dan kepala puskesmas mengaku khawatir tidak dapat menjalankan kegiatan operasional secara normal jika seluruh honorer dilepas bersamaan pada akhir 2025.
Pemerintah menegaskan bahwa situasi tersebut telah diantisipasi melalui rekrutmen CASN bertahap sejak 2023 hingga 2025. Target akhirnya, seluruh posisi pelayanan publik akan diisi oleh ASN resmi yang memiliki status hukum jelas dan jaminan kesejahteraan yang lebih baik.
BKN menegaskan arah kebijakan ini untuk membangun sistem kepegawaian yang bersih, adil, dan profesional.
Namun, bagi sebagian tenaga honorer, 2025 bukan sekadar tahun reformasi birokrasi—melainkan tahun penuh ketidakpastian yang menentukan masa depan mereka.
Kini, publik menunggu apakah transisi besar ini benar-benar akan berjalan mulus, atau justru meninggalkan lubang besar dalam pelayanan publik di sekolah dan puskesmas di seluruh Indonesia.(*)


