GARUTEXPO– Kejaksaan Negeri Garut telah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait dugaan korupsi dana operasional DPRD (BOP) dan Reses. Koordinator Masyarakat Pengkaji Kebijakan (MPK), Bakti Safaat, mengungkapkan persiapannya melalui sambungan seluler. Kejaksaan telah menemukan potensi kerugian keuangan negara mencapai Rp. 1,2 Milyar dalam kasus tersebut.
“Bakti Safaat menyatakan, ‘MPK telah melakukan upaya pengumpulan bukti-bukti untuk diajukan di Persidangan Praperadilan nanti, dan telah menerima kabar dari tim pengacara MPK yang saat ini sedang menyusun dari beberapa waktu lalu,'” ujarnya. “Sekarang penyusunan materi Praperadilan hampir rampung dan siap untuk didaftarkan ke Pengadilan.”
Dalam pengajuan Praperadilan, Bakti menjelaskan bahwa akan dilakukan dua kali, memisahkan SP3 untuk dana Bantuan Operasional (BOP) DPRD Garut dan dugaan korupsi dana Reses. “Dari dua kasus tersebut tidak bisa disatukan, karena masing-masing ada anggaran dan kode rekening yang berbeda,” katanya.
Bakti menegaskan bahwa SP3 tidak berarti penghentian selamanya, melainkan dapat dibatalkan selama persidangan Praperadilan membuktikan adanya bukti baru atau pelanggaran kejaksaan. “Tentu SP3 ini dapat dibatalkan dan Pengadilan memiliki wewenang memerintahkan kejaksaan melanjutkan penyidikan atau penanganan dugaan korupsi BOP dan Reses ini bisa dibuka kembali dan dilanjutkan proses penyidikannya,” ujarnya.
Bakti juga menyampaikan pesan agar masyarakat Garut tidak terkecoh, menyebut bahwa Kejaksaan Negeri Garut masih menangani dugaan korupsi BOP, Reses, dan Pokir. Kuasa hukum MPK, Asep Muhidin, SH. MH, membenarkan bahwa materi Praperadilan untuk BOP dan Reses hampir selesai.
“Asep Muhidin menjelaskan bahwa dalam pengajuan Praperadilan, kita pisahkan antara penanganan dugaan korupsi BOP dan dugaan korupsi Reses, karena masing-masing memiliki mata anggaran yang berbeda,” paparnya. Asep Muhidin juga mengungkapkan rencana untuk menghadirkan 2 saksi ahli, termasuk ahli pidana dan ahli administrasi negara, guna memastikan kepatuhan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) Kejaksaan.
“Saksi, tegas Asep Muhidin, tidak harus orang yang mengalami kejadian melihat langsung,” katanya, merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 65/PUU-VIII/2010. “Mudah-mudahan dapat segera kita daftarkan ke Pengadilan dalam waktu dekat ini. Sementara ini, kami masih menyesuaikan sedikit lagi karena akan ada 2 kali Praperadilan,” pungkasnya.(*)