GARUTEXPO – Penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa (DD) tahap ketiga di Desa Tanjung Anom, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, yang mencakup bulan Juli hingga September 2024, tengah menjadi sorotan masyarakat. Dugaan mencuat bahwa sejumlah keluarga perangkat desa, termasuk perangkat desa itu sendiri, turut menerima bantuan, sementara warga yang lebih membutuhkan tidak mendapatkan hak mereka.
Seorang Ketua RT di Desa Tanjung Anom, yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan bahwa penentuan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dilakukan tanpa adanya musyawarah dengan Ketua RT, RW, atau Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Ia menilai proses tersebut kurang transparan.
“Penentuan KPM seharusnya dilakukan melalui musyawarah bersama Ketua RT, RW, dan BPD. Tapi kali ini, Pemdes langsung menetapkannya tanpa ada pembahasan. Dalam proses pencairan BLT yang biasanya dihadiri oleh Ketua BPD, Babinsa, Bhabinkamtibmas, Sekretaris Camat atau yang mewakilnya, dan pendamping desa.Namun, kali ini tidak ada yang hadir,” ujarnya kepada awak media, Jumat (18/10/2024).
Lebih lanjut Ia menerangkan, perubahan data KPM dilakukan tanpa alasan yang jelas. Menurutnya, perubahan hanya boleh terjadi jika penerima mengalami peningkatan ekonomi, pindah domisili, atau meninggal dunia.
“Perubahan KPM hanya boleh dilakukan jika ekonominya membaik, pindah desa, atau meninggal dunia. Tidak boleh ada perubahan sembarangan tanpa alasan jelas,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Desa Tanjung Anom, Aten, membantah tuduhan bahwa penentuan KPM dilakukan tanpa musyawarah.
“Penentuan KPM BLT DD dilakukan berdasarkan hasil musyawarah,” kata Aten saat dikonfirmasi awak media, Sabtu (19/10/2024).
Ketika ditanya mengenai keterlibatan perangkat desa dan keluarganya dalam penerimaan BLT DD, Aten mengakui bahwa hal tersebut memang terjadi. Namun, ia tidak memberikan penjelasan rinci mengenai kriteria yang digunakan.
Saat awak media meminta klarifikasi lebih lanjut mengenai alasan mengapa perangkat desa turut menjadi penerima bantuan, Aten malah meminta awak media untuk datang langsung ke desa, namun awak media menolaknya dan memilih berkomunikasi melalui sambungan WhatsApp.
Aten juga mempertanyakan sumber dari isu yang menyebutkan bahwa penentuan KPM dilakukan tanpa musyawarah, tetapi awak media menolak untuk mengungkapkannya dengan alasan menjaga kode etik jurnalistik.
“Saya ingin tahu siapa yang menyebarkan isu bahwa penentuan KPM BLT DD tidak melalui musyawarah. Penentuan KPM ini sudah melalui musyawarah,” cetus Aten.
Namun, pendamping desa, Aif, justru membenarkan adanya ketidaklibatan musyawarah dalam penentuan KPM kali ini.
“Saya tidak diundang dalam musyawarah terkait penentuan KPM BLT kali ini. Saya hanya menerima laporan berupa foto dari pihak desa bahwa BLT telah disalurkan,” ungkap Aif, saat dikonfirmasi awak media, Sabtu 18 Oktober 2024. Ia juga menambahkan bahwa isu ini baru diketahuinya setelah mendengar keluhan dari warga.
Masyarakat kini berharap adanya pengawasan lebih ketat dan transparansi dalam penyaluran BLT DD di Desa Tanjung Anom, serta meminta evaluasi menyeluruh agar bantuan benar-benar tepat sasaran.(*)