GARUTEXPO– Keputusan Kejaksaan Negeri Garut mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor PRINT-1971/M.2.15/Fd.2/12/2023 pada 22 Desember 2023 terhadap Kasus Dugaan Tindak Pidana Biaya Operasional Pimpinan (BOP) DPRD dan Reses Anggota DPRD Garut periode 2014-2019 menimbulkan reaksi beragam dari para Pemerhati Kebijakan di Kabupaten Garut.
Koordinator Masyarakat Pemerhati Kebijakan (MPK), Bakti Safa’at, bersama Ridwan Kurniawan, menyatakan ketidakpuasan terhadap SP3 tersebut. Meskipun SP3 tidak menghentikan perkara dugaan korupsi kasus Pokok Pikiran (Pokir), MPK menilai keputusan tersebut tidak memperhatikan aspek lain, terutama psikologi masyarakat Garut.
Bakti Safa’at menyoroti bahwa hampir seluruh warga Garut telah mengikuti perkembangan kasus dugaan korupsi di Gedung DPRD sejak 2019.
“Kami menyayangkan adanya rasa abai terhadap keadilan dari penegak hukum kepada masyarakat. Karena korban dari perbuatan korupsi selain negara adalah rakyat,” ungkap Bakti, Sabtu, 13 Januari 2024.
Pengumuman SP3 oleh Kajari Dr. Halila Rahma Purnama, SH,. M.Hum dianggap aneh oleh MPK, terutama setelah Kejari Garut sebelumnya menyampaikan hasil perhitungan internal yang mencatat kerugian mencapai Rp 1,2 Milyar.
Bakti Safa’at mempertanyakan rasionalitas keputusan tersebut, mendalilkan bahwa penerbitan SP3 harus memenuhi ketentuan Pasal 109 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
Sebagai respons, MPK memberikan kuasa kepada kantor hukum Asep Muhidin, SH., MH, dan Rekan untuk mengajukan Praperadilan. Asep Muhidin membenarkan penerimaan surat kuasa dan menyatakan bahwa kantornya sedang melakukan telaahan, pendalaman, dan pengumpulan bukti-bukti untuk Praperadilan.
“Tujuan dari praperadilan adalah membatalkan penerbitan SP3 dan memerintahkan Kejaksaan melanjutkan penyidikan terhadap kasus ini,” tandas Asep Muhidin.(*)