GARUTEXPO– Proses rekrutmen badan ADHOC Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Garut untuk Panitia Pemungutan Suara (PPS) diduga sarat dengan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Tudingan keras ini muncul dari sejumlah kalangan yang mempertanyakan ketidakjelasan parameter penilaian tes wawancara PPS, yang sering menjadi batu sandungan bagi peserta yang lolos tes Computer Assisted Test (CAT).
Sudah menjadi buah bibir di kalangan calon PPK dan PPS bahwa hampir 75 persen PPK dan PPS terpilih merupakan titipan pejabat dan Komisioner KPU.
“Lolos di CAT, tapi digagalkan di tes wawancara yang parameter penilaiannya tidak jelas,” ujar inisial D, seorang calon PPS di wilayah Kecamatan Karangpawitan, Sabtu (25/5/2024).
D mengungkapkan bahwa dirinya merasa kecewa karena tidak lolos menjadi petugas PPS untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Menurutnya, proses rekrutmen PPS tidak sportif.
“Padahal saya lolos Computer Assisted Test (CAT) dan tes wawancara juga oleh PPK semua terjawab, tapi kenapa saya tidak lolos? Sementara peserta lainnya yang tes wawancaranya tidak sempurna, bahkan dirinya juga tidak mengharapkan lolos, malah lolos menjadi PPS. Saya juga heran,” ungkap D dengan nada kecewa.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa ketika mencoba mengonfirmasi ke PPK mengenai alasan ketidaklulusannya, pihak PPK mengatakan bahwa kami tidak bisa menentukan karena yang menentukan lolos tidaknya adalah KPU. “Menurut saya, rekrutmen PPS 75 persen adalah titipan KPU Kabupaten Garut,” sambung D.
Bukan hanya di Kecamatan Karangpawitan, hal serupa terjadi di Kecamatan Samarang. Salah satu calon PPS di Kecamatan tersebut juga merasa kecewa terhadap PPK Samarang. Ia mengaku bahwa nilai tes CAT-nya lebih besar daripada nilai tes CAT yang lolos menjadi PPS.
“Nilai CAT saya 72 dengan maksimal 75. Bahkan tes wawancaranya hampir 25 menit, sedangkan calon PPS yang lainnya hanya 10 menit. Meskipun saya diwawancara hampir 25 menit dan semua pertanyaan dari PPK saya jawab, tapi saya tidak lolos, malah jadi pengganti. Sementara calon PPS yang nilai CAT-nya di bawah saya, malah lolos,” ungkapnya.
Mereka menduga ada permainan politik yang melibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam proses rekrutmen tersebut.(*)