Tidak sekedar kebiasaan, berbagai tradisi Jawa Tengah memiliki makna khusus yang berhubungan dengan kehidupan, kematian, hingga keagamaan.
Berbagai tradisi itu dilakukan hingga saat ini. Bentuk pelestariannya dinilai sebagai upaya masyarakat dalam memelihara nilai-nilai leluhur dan kepercayaan lokal.
Di Provinsi Jawa Timur yang didominasi oleh masyarakat suku Jawa, tradisi dan kebudayaan yang berkembang terkenal sangat unik dan sakral.
Karena itu, berbagai tradisi tersebut sangat menarik untuk dibahas, demi menambah pengetahuan kita terhadap khazanah suku di Indonesia.
Nama-Nama Tradisi Jawa Tengah dan Maknanya
Sebagai salah satu negara dengan jumlah suku terbanyak di dunia, terdapat ribuan adat istiadat dan tradisi lokal yang tumbuh di tanah air.
Di wilayah Jawa Timur sendiri, setidaknya ada 15 tradisi yang masih dilestarikan oleh warga setempat. Apa saja itu? Yuk, cari tahu bersama-sama!
1. Kenduren
Kenduren atau selametan adalah salah satu tradisi Jawa Tengah yang populer. Ini merupakan kegiatan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama atau kepala suku.
Pada zaman dahulu, prosesi kenduren kerap melibatkan sajen sebagai persembahan.
Namun karena telah dilebur dengan kebudayaan Islam, kebiasaan itu kemudian berganti dengan acara doa dan makan bersama.
2. Larung Sesaji
Larung sesaji adalah tradisi yang dilakukan oleh warga sebagai wujud syukur atas rezeki, keselamatan, serta hasil alam melimpah yang diberikan oleh Tuhan.
Uniknya, pelaksanaan tradisi ini mengikuti kebiasaan masing-masing daerah.
Bagi masyarakat Kediri, larung sesaji dilakukan dengan menghanyutkan sepotong kepala lembu dan bebek ke Sungai Brantas, lalu diikuti dengan Labuh Bumi.
Sedangkan di Solo, tradisi tersebut dilakukan dengan menempatkan kepala kerbau di puncak Gunung Merapi.
3. Merti Desa
Mirip seperti larung sesaji, tradisi merti desa atau merti dusun merupakan bentuk rasa syukur terhadap karunia Tuhan akan hasil panen yang melimpah.
Prosesi merti desa diawali dengan kegiatan bersih-bersih lingkungan bersama-sama.
Selanjutnya, warga setempat akan melaksanakan kenduri dan berdoa bersama sembari mengucap syukur kepada Allah SWT.
4. Saparan
Masyarakat Klaten mengenal saparan dengan sebutan yaqowiyu. Sedangkan warga Yogyakarta dan Magelang menyebutnya sebagai saparan bekakak atau sapar.
Bagaimanapun nama dan prosesinya, tradisi saparan dilakukan sebagai bentuk rasa syukur terhadap karunia Tuhan, sekaligus meminta perlindungan dan keselamatan.
Baca Juga : Legendaris, Ini 5 Hewan Mitos di Indonesia yang Paling Terkenal!
5. Nyadran
Layaknya kenduren, tradisi nyadran juga erat dengan acara doa dan makan bersama. Tradisi Jawa Tengah ini biasanya dilakukan untuk menyambut bulan suci Ramadan.
Namun jauh sebelum agama Islam masuk ke Indonesia, nyadran sejatinya adalah prosesi dan upacara keagamaan bagi masyarakat Hindu-Buddha.
Proses ini kemudian dilebur oleh para Walisongo, lalu kalimat pujaan kepada roh yang terkandung di dalamnya diganti dengan bacaan Al-Qur’an.
6. Padusan
Padusan biasanya dilakukan satu hari sebelum bulan Ramadan. Maksudnya untuk membersihkan diri, baik secara raga maupun jiwa sebelum menjalankan puasa.
Tradisi ini pun sebenarnya dilaksanakan oleh masyarakat di berbagai daerah.
Namun penyebutannya sendiri berbeda-beda, seperti tradisi pangir di Sumatra Utara atau balimau di Sumatra Barat.
7. Syawalan
Jika nyadran dan padusan dilakukan sebelum Ramadan, syawalan justru sebaliknya. Tradisi ini dibuat untuk merayakan hari raya Idul Fitri setelah sebulan berpuasa.
Syawalan diperingati setelah 7 hari Idul Fitri. Masyarakat setempat akan menyajikan ketupat pada momen tersebut, sehingga dikenal juga sebagai tradisi lebaran ketupat.
8. Ruwatan
Apakah kalian tahu tradisi ruwatan? Tradisi menyucikan diri dari dosa ini terbilang cukup populer, bahkan menjadi salah satu tujuan wisata di daerah Dieng.
Di sana, upacara ruwatan diperingati dengan memotong rambut anak-anak gimbal yang tinggal di sekitar dataran tinggi tersebut.
Anak-anak gimbal ini dianggap sebagai keturunan buto ijo yang jahat. Sehingga dengan memangkas rambutnya, diharapkan anak-anak itu akan terhindar dari malapetaka.
9. Wetonan
Bagi keluarga yang baru memiliki anak, tradisi wetonan kerap digelar sebagai bentuk rasa syukur sekaligus harapan, agar bayi dapat tumbuh dengan sehat dan sejahtera.
Tradisi ini biasanya diikuti dengan bancakan atau membagi-bagikan makanan. Lalu, ada pula yang melakukan puasa weton sebagai bentuk terima kasih pada Allah SWT.
10. Tingkeban
Bila weton ditujukan bagi bayi yang baru lahir, tingkeban merupakan tradisi Jawa Tengah yang digelar untuk meminta keselamatan atas janin dan ibunya.
Prosesi ini dilakukan saat kandungan memasuki usia 7 bulan. Tidak cuma keselamatan, tingkeban bertujuan untuk mengikis rasa cemas sang ibu ketika melahirkan.
Baca Juga : 50 Nama-Nama Tanaman Hias Berdasarkan Jenisnya
11. Tedak Siten
Bukan cuma Jawa Tengah, tedak siten juga dilakukan oleh masyarakat Jawa Timur, lho.
Upacara ini bertujuan untuk memperkenalkan sang anak terhadap tanah yang akan ia pijak. Karena itu, tedak siten dikenal juga dengan nama upacara turun tanah.
Tedak siten dilaksanakan bertepatan dengan tanggal dan hari lahir sang anak. Tidak setiap tahun, upacara tersebut hanya diselenggarakan saat usia anak 7 bulan.
12. Brobosan
Ada kelahiran, ada pula kematian. Di Jawa Tengah, warga setempat menyelenggarakan upacara kematian dengan prosesi brobosan.
Saat ada saudara atau kerabat yang meninggal, keluarga terdekatnya harus menerobos melewati bawah peti jenazah yang tengah digotong sebanyak tiga kali.
Upacara ini juga mempunyai makna khusus, sebab bertujuan untuk menghormati jenazah sekaligus mengikhlaskan kepergiannya.
13. Mendak Kematian
Mendak kematian adalah suatu rangkaian kegiatan pasca-meninggalnya salah satu anggota keluarga.
Tradisi Jawa Tengah ini diawali dengan acara mitung dina (7 hari), matang puluh dina (40 hari), dan nyatus (100 hari).
Selanjutnya, barulah mendak pertama dilakukan tepat satu tahun kematian. Mendak keduanya dilaksanakan pada tahun kedua.
Sedangkan mendak ketiga dilakukan pada malam nyewu, atau pada malam ke-1000 pasca-meninggalnya seseorang.
14. Jamasan Pusaka
Sebagian besar wilayah Pulau Jawa agaknya memiliki tradisi jamasan pusaka masing-masing. Ini biasanya dilakukan pada awal bulan Suro maupun Muharam.
Tujuan jamasan pusaka ialah membersihkan benda-benda pusaka peninggalan leluhur.
Namun, prosesi ini juga dilakukan sebagai momen intropeksi diri terhadap perbuatan kita selama setahun ke belakang.
15. Popokan
Tradisi Jawa Tengah yang terakhir adalah popokan. Walaupun tidak sepopuler tradisi lain, popokan umum dilakukan oleh warga Semarang, khususnya di daerah Bringin.
Popokan dilakukan dengan cara melempar lumpur ke sekitar tempat tinggal, pada saat hari Jumat Kliwon di bulan Agustus.
Tradisi ini berguna untuk menghilangkan kejahatan serta menolak datangnya bala ke sekitar tempat tinggal kita.
Bagaimana, ternyata ada banyak juga ya, tradisi Jawa Tengah yang masih dilestarikan oleh masyarakat sampai sekarang.
Meskipun zaman sudah modern, kita harus tetap melestarikan budaya, adat istiadat, serta tradisi lokal agar tidak punah.
Nantikan artikel menarik lainnya dari Garutexpo.com, ya.
Semoga bermanfaat!