in

“Hukum Sedang Sakit”, Pelapor: Kasus Korupsi Jogging Track Dispora Garut Diduga Dilindungi Keluarga Jaksa Agung

Foto : Jaksa Agung ST. Burhanudin dengan Pj. Bupati Garut, Barnas Adjidin.

GARUTEXPO – Kasus dugaan korupsi pembangunan jogging track di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Garut terus menuai perhatian. Pelapor dalam kasus ini menuduh adanya perlindungan terhadap para koruptor yang terlibat, bahkan menyebutkan adanya keterlibatan keluarga Jaksa Agung ST Burhanudin yang mempersulit proses hukum.

Pelapor mengklaim bahwa “hukum sedang sakit” karena koruptor dalam kasus ini diduga mendapatkan perlindungan dari pejabat berpengaruh.

“Saya terus melakukan langkah hukum hingga mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung atas ketidakberanian Kejaksaan Negeri Garut menindak kasus ini,” ungkap pelapor kepada garutexpo.com, Kamis, 14 November 2024.

Menurut pelapor, kekuatan yang ia lawan besar dan dipengaruhi oleh mereka yang memiliki otoritas dalam penegakan hukum.

Dugaan Keterlibatan Keluarga Jaksa Agung

Pelapor menduga bahwa kedekatan antara Kepala Satpol PP Garut dengan adik dari istri Jaksa Agung, yang saat ini menjabat sebagai Pj. Bupati Garut, turut mempengaruhi Kejaksaan Negeri Garut dalam menangani kasus ini.

“Ada ketakutan di antara para jaksa di Garut untuk mengusut kasus ini karena khawatir akan risiko pemindahan atau sanksi lainnya,” lanjut pelapor.

Janji Tak Kunjung Ditepati

Pada bulan Juli 2023, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Garut, Prima Sophia Gusman, SH., MH., menyatakan bahwa kasus dugaan korupsi jogging track ini akan selesai pada akhir tahun 2023 dan segera disidangkan. Namun, hingga saat ini, janji tersebut belum terpenuhi, dan pelapor menyebut Kejari Garut sebagai “seperti tukang akrobat yang menjajakan obat.”

Baca Juga  Ketua GMNI Garut Kecam Pelanggaran Kode Etik Netralitas ASN dan Non ASN di SKPD Satpol PP

Pelapor juga menyoroti kerancuan dalam perhitungan kerugian yang diminta oleh Kejaksaan Negeri Garut, yang berganti-ganti antara audit dari perguruan tinggi di Tangerang dan dari Inspektorat Garut.

“Penegak hukum ini tampak labil dalam menentukan sumber perhitungan kerugian negara. Seharusnya, prosesnya konsisten dan tidak membingungkan publik,” kata pelapor.

Dana Kerugian Belum Disetor ke Kas Daerah

Lebih lanjut, pelapor mempertanyakan dasar pengembalian kerugian yang dilakukan oleh pihak terperiksa, sebab hingga saat ini uang kerugian dari kasus tersebut belum tercatat dalam kas daerah.

“Sejak kapan Kejaksaan Negeri Garut berfungsi seperti bank yang menyimpan uang pengembalian kerugian? Jika memang ada pengembalian, uang itu seharusnya langsung disetor ke kas daerah dengan bukti setornya dipegang Kejari,” pungkas pelapor.

Kasus ini mencerminkan situasi yang menjadi sorotan masyarakat tentang lemahnya penegakan hukum, terutama pada kasus-kasus yang melibatkan aktor dengan jaringan kekuasaan kuat. Pelapor juga menyatakan harapan bahwa keadilan bisa terwujud melalui dukungan publik dan pengawasan ketat terhadap kasus ini.(*)

Ditulis oleh Kang Zey

Jelang “Pasanggiri Mojang-Jajaka” Anak Jawa Barat 2024: Ajang Menggali Kebanggaan Budaya Sejak Dini

Dr. Abdal Desak Sanksi Tegas bagi Anggota DPRD Garut atas Pelecehan Gelar Akademik