GARUTEXPO – Aksi buruh di Garut berlangsung di depan Kantor Bupati dan DPRD Garut, Kamis, 21 November 2024. Mereka dengan penuh semangat dan kreatifitas, dihiasi dengan spanduk-spanduk kritis yang menyuarakan keresahan mereka terhadap kenaikan biaya hidup yang tak sejalan dengan peningkatan upah. Beberapa tulisan yang mencuri perhatian adalah: “Harga minyak goreng naik 10%, harga telur naik 15%, maenya UMK teu naik, cik atuh mikir!” dan “Moal bisa nyandung ari UMK teu naik, wae mah, naik gaji aja susah, apalagi naik pelaminan sama kamu.”
Ungkapan-ungkapan ini menjadi simbol perjuangan para buruh yang menuntut pemerintah untuk segera memperbaiki kebijakan upah. Mereka menganggap kenaikan harga kebutuhan pokok tanpa peningkatan Upah Minimum Kabupaten (UMK) telah menambah beban ekonomi yang berat.
Dalam aksi tersebut, mereka yang tergabung dalam K-Sarbumusi Garut menyampaikan sejumlah tuntutan utama, termasuk:
Pelaksanaan Putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023 secara utuh.
Penolakan terhadap upah murah dan penerapan sistem upah yang layak.
Penetapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK).
Penggunaan indikator alfa antara 1 hingga 1,2 dalam penghitungan upah.
Penyesuaian upah minimum berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Garut tahun 2025.
Penghapusan sistem outsourcing di sektor-sektor tertentu.
Salah satu peserta aksi dengan lantang menyatakan, “Kami muak dengan sistem outsourcing yang hanya menguntungkan perusahaan, sementara buruh terus dirugikan. Sudah saatnya pemerintah bertindak tegas!”
Aksi ini tidak hanya menjadi bentuk protes, tetapi juga wujud solidaritas buruh dalam memperjuangkan keadilan ekonomi. Mereka berharap pemerintah segera merespons tuntutan ini agar kehidupan buruh di Garut dapat lebih sejahtera.(*)