in

Menyingkap Jejak Sejarah Kandangwesi: Dari Kebataraan Hingga Distrik Bungbulang

Foto: Kang Oos, Pemerhati Kesejarahan dan Kebudayaan

GARUTEXPO– Kandangwesi, sebuah wilayah yang terletak di bagian selatan Kabupaten Garut, Jawa Barat, menyimpan jejak sejarah panjang yang menarik untuk ditelusuri. Wilayah ini bukan hanya sekadar bagian administratif, tetapi juga menjadi saksi perjalanan sejarah dari masa kebataraan hingga menjadi distrik Bungbulang.

A. Kandangwesi Awal

Dalam Fragmen Cerita Parahyangan (FCP) bahwa titik awal ditemukan Kandawesi adalah dimulai dari kisahnya pertemuan Maharaja Turusbawa sebagai Raja Kerajaan Sunda pertama di Pakwan dengan tiga orang bagawat (tokoh agama) yaitu Bagawat Angga Sunyia, Bagawat Angga Mrewasa, dan Bagawat Angga Brama. Atas saran ketiga bagawat ini, Turusbawa diangkat menjadi penguasa di Kota Pakuan. Sebagai pernyataan terima kasih, Turusbawa melantik ketiga bagawat ini: Bagawat Angga Sunyia menjadi Batara Windupepet di Manglayang, Bagawat Angga Mrewasa menjadi Prebu Hujung Galuh, dan Bagawat Angga Brama menjadi Bagawat Suci Majayanti di Pucung.

Dikisahkan pula, atas saran Bujangga Sedamanah, Maharaja Turusbawa memindahkan istana dari wilayah Rancamaya ke hulu Sungai Cipakancilan di sebuah perbukitan di mana Pakuan berada. Setelah Bujangga Sedamanah membawa serta Sunda Mayajati ke Pakuan, istana baru ini dinamai “Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati”.

Setelah keraton ini berdiri, datanglah sejumlah bagawat lain menghadap Maharaja Turusbawa, yaitu: Sang Resi Putih, Bagawat Sangkan Windu, Bagawat Cinta Kelepa, Bagawat Cinta Putih, Bagawat Angga Sunyia, Bagawat Tiga Mrewasa, Bagawat Angga Brama, Bagawat Resi Karangan, Bagawat Cinta Premana, Bagawat Tiga Warna, dan Bagawat Pitu Rasa.

Para bagawat ini masing-masing diberikan satu buah wilayah (alas) yang bersifat kebataraan (mengingat nama pemimpinnya bergelar batara) yang berada dalam wilayah Kerajaan Sunda.

Khusus untuk kebataraan Kandangwesi yang berpusat di Papandayan, di bawah kekuasaan Bagawat Prebu Resi Karangan yang dinobatkan sebagai Preburaja di Kandangwesi. Batas wilayahnya adalah sebelah barat tepi Cikandangwesi, sebelah utara Wates.

B. Dari Kebataraan Kandangwesi Menjadi Kedaleman Di Bawah Pajajaran

Awal keberadaan pusat Kandangwesi yaitu di Papandayan, terus berpindah-pindah tempat. Yang tercatat, ada 33 susunan alias susuhunan penguasa Kedaleman Kandangwesi, mulai batas Cidamar hingga ke batas Sancang dengan rincian Batas dari wilayah Kedaleman Kandangwesi itu adalah sungai Cijambe untuk sebelah timur, sungai Cisela/Cidaun untuk bagian barat, gunung Kelebet untuk sebelah utara yang mana ini letaknya di Kabupaten Bandung, dan Pesisir Selatan untuk bagian selatannya.

Sebelum membahas 33 susunan Kandangwesi maka tidak salahnya jika kita sedikit menyampaikan cerita Sanghyang Lawang. Bahwa berdasarkan pitutur cerita para sepuh konon di Sanghyang Lawang begitu banyak menyimpan tapak dan jejak sejarah terkait Kerajaan Kandangwesi.

Akan cerita para sepuh itu pemulis buktikan sendiri, di mana pada Sabtu (1/6/2024) diantar Elang alias Ujang Sugara bin Abah Mursid bin Abah Anjah sebagai kuncen Sanghyang Lawang berziarah ke Makam Sembah Dalem Pongol Cuplak Topi di Sanghyang Lawang perbatasan antara Desa Bojong Kec Bungbulang dengan Desa Panyindangan Kec Pakenjeng.

Selesai berziarah, ia sempat menanyakan beberapa susuhunan atau nama makam dan petilasan yang ada di Sanghyang Lawang, diantaranya :

Di Sanghyang Lawang bagian selatan ada beberapa petilasan dan makam yaitu :

1. Sembah Dalem Pongol cuplak topi
2. Embah jaga Lawang
3. Embah sapu angin
4. Embah jaga reksa
5. Embah raksa jahat
6. Embah regu dunya
7. Brajamusti geni
8. Suci pancasona

Di Sanghyang Lawang pada bagian utaranya ada petilasan dan makam sbb :

1. Eyang wali suci
2. Eyang prabu agung gagak lumayung sayidina kamuhammadan
3. Kanjeng ibu ratu agung gagak lumayung sayidina kamuhammadan

Sedangkan di Talaga Biru Kabuyutan :
1. Sanghyang jahat satru
2. Kanjeng ibu kencana Biru putra Prabu Siliwangi
3. Ibu layung sari
4. Ibu dayung sari
5. Eyang kumis beureum
6. Aki buyut nini buyut
7. Sembah dalem Sunda sakti

Semua yang disebutkan diatas harus diguar kembali sejarahnya, sehingga kesejarahan kerajaan Kandangwesi semakin lebih lengkap.

Adapun Tilupuluh Tilu Susunan Luluhur / Nu Ngawasa Kandangwesi berdasarkan sumber dari catatan Putu Galuh Kandangwesi tgl 1 Januari 1960 adalah :

1. Sembah Dalem Wali Tunggal nu calik di Curug Cilaut Eureun Cikelet
2. Sembah Dalem Wanantaka nu calik di Ciseundeuhan Cijambe Cikelet
3. Sembah Dalem Nambakbaya nu calik di Cirokom Sanding Cigadog
4. Prabu Cakrawati nu calik di Dayeuhluhur Pakenjeng
5. Sembah Dalem Bagascahya nu calik di Dayeuhluhur Pakenjeng
6. Sembah Dalem Sapujagat nu calik di Dayeuhluhur Pakenjeng
7. Sembah Dalem Purbanagara nu calik di Datar Condong dekat gedong kepala bagian PT Condong
8. Nyimas Dewi Tatamirah nu calik di Bunigeulis / Bunihayu Girimukti Cikelet
9. Sembah Dalem Darpayuda nu calik di Cikareo Pangadegan Bungbulang
10. Sembah Dalem Yudadipa nu calik di Cikareo Pangadegan Bungbulang
11. Sultan Sepuh Cirebon nu calik di Cikareo Pangadegan Bungbulang
12. Prabu Sangawaringin nu calik di Gebang Kuning (dekat muara) Pasanggrahan Karangsari Pakenjeng
13. Sembah Dalem Raja Mantri nu calik di Muara Cikandang Pasanggrahan Karangsari Pakenjeng
14. Sembah Dalem Bantarliwung nu calik di Sirah Cikandang Papandayan (curug sanghyang taraje)
15. Prabu Pakuwati nu calik di Sanghyang Lawang Panyindangan Pakenjeng
16. Sembah Dalem Liwungbuana nu calik di Sirah Cirompang Jampang Bungbulang
17. Syekh Syarif Hidayat / Sembah Dalem Sireupeun wakil Prabu Cakrawati nu calik di Buninagara Bojong Bungbulang
18. Sembah Dalem Kertawangsa nu calik di Lebak Heras Kp Mungkalpaksi Pasirlangu Pakenjeng
19. Sembah Dalem Sedakencana nu calik di Cilutung Ciloa Bungbulang
20. Sembah Dalem Banjarkembang nu calik di Gn Jampang Bungbulang
21. Eyang Jaliyah nu calik di Gn Jampang Bungbulang
22. Sembah Dalem Sanjata Sakti nu calik di Gn Bedil Bungbulang
23. Sembah Dalem Pangawas Sakti nu calik di Gn Pogor Bungbulang
24. Sembah Dalem Pandita Sakti nu calik di Kadupugur Mekarmukti
25. Sembah Dalem Raden Husna Wijaya nu calik di Kp Pasantren Ds Bungbulang
26. Sembah Dalem Purbakawasa nu calik di Cikaro Mekarmukti
27. Sembah Dalem Raden Purbalenggang nu calik di Cikaro Mekarmukti
28. Sembah Dalem Batal Jemur nu calik di Sirah Cijayana (tegal buled) Mekarmukti
29. Sembah Dalem Jayasakti nu calik di Solokan (batu hejo) Cijayana Mekarmukti
30. Prabu Batara Sanghyang Jati nu calik di Palabuan Jayanti
31. Raden Lenggang Kancana nu calik di Batumalang Sirah Cisela (Cibungaok) Mekarjaya Bungbulang
32. Sembah Dalem Jugul Muda Kuasa nu calik di Pamungguan Gunamekar Bungbulang
33. Syekh Jalil nu calik di Pamungguan (Ranca Kancah) Gunamekar Bungbulang

Dalam sejarah lainnya peran Kandangwesi dijelaskan pada saat pengangkatan Raja Gagang, dengan kisah berikut ini.

Menjelang berdirinya kerajaan pajajaran yang sebelumnya pajajaran sendiri bukan sebagai kerajaan tetapi lebih kepada ajaran kesundaan, kalang sunda” satu bukti bentangan wilayah suci yang tidak diperbolehkan dikuasai oleh kerjaan manapun juga. tragedi bubat alasan yang mendorong pada keterjadian berdirinya kerajaan pajajaran, pelangaran batas sakral yang dilakukan oleh patih gajah mada dalam memenuhi ambisi terhadap sumpah palapa untuk menyatukan nusantara mengawali kisah berdirinya pajajaran paska pembantaian dalam bubat terhadap iring iringan calon pengantin putri diyah pitaloka anak dari linggabuana yang keduanya gugur dibubat kemudian westu kencana anak linggabuana yang umur masih 5 tahun dibesarkan oleh pamannya hiyang suradipati borosora dan kemudian mewariskan tahta kerajaan galuh dan memperluas wilayahnya sampai ke wilayah pakuan

kandangwesi adalah salah satu wilayah yang menjadi bagian kekuasaan pajajaran terutama andil besar dalam penyediaan perkakas perang serta banyaknya para pemuda yang menjadi prajurit pajajaran. Diperkirakan pada tahun 1413 kandangwesi merupakan wilayah pertama yang mengirimkan sejumlah upeti ke padjajaran dalam bentuk hasil pertanian dan alat-alat perkakas serta sejata.

Baca Juga  Forkopimcam Cikelet Gelar Tarling dan Sampaikan Pesan Cooling System Pasca Pemilu di Desa Pamalayan

Pada akhir tenggelamnya kekuasaan pajajaran dimana pada naskah babad diceritakan terhadap sejumlah “Ratu Rujuh” diantaranya Cirebon Hilir, Cirebon Girang, Cirebon Tengah, Mataram, Solo, Mekah, Kandangwesi yang dimotori Prabu Borosngora atau diKandangwesi dikenal dengan nama Iwung Bitung dan Haur Cengkup.

Dalam banyak sumber disebutkan bahwa pada akhir tenggelamnya kekuasaan pajajaran dimana pada naskah babad diceritakan terhadap sejumlah “Ratu Rujuh” diantaranya Cirebon Hilir, Cirebon Girang, Cirebon Tengah, Mataram, Solo, Mekah, Kandangwesi yang dimotori Prabu Borosngora atau di Kandangwesi dikenal dengan nama Iwung Bitung dan Haur Cengkup melakukan pertemuan yang digelar di Batu Tujuh sebuah tempat hutan belantara yang menjorok kearah laut sebelah selatan. Dalam isi babad Kandangwesi maupun makna silokanya pertemuan itu bertujuan membahas tentang kesundaan dan sikap kejatidirian termasuk tentang beberapa rahasia dan kebendaan. dalam isi ketetapan itu adalah :

1. Mengembalikan status wilayah Kandangwesi sebagai Bumi Nagara Selop Pandan Negara tersebunyi tanpa kekuasaan serta sebuah wilayah yang menjadi tempat berkumpulnya para penguasa kesundaan termasuk dalam penyelamatan rahasia pada akhir pengabdiannya.
2. Penyamaran dengan cara mengganti nama mereka serta gelar sebagai tokoh yang pernah berkuasa.
3. Menetapakan Ranca Kalima sebagai teuteukon hukum Kandangwesi
4. Menentukan sepuluh syarat Kesatria Pawestri atau pada ramalan kandangwesi sebagai generasi hawari (abdi setia) ; diantaranya sebagai cikal bakal Ratu kedelapan (rat nusa jawa kabeh)

Tragedy penyusutan kerjaan Padjajaran, beralihnya kemasa kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Sinopati anak angkat kesultanan Pajang (sultan hadiwijaya) yang diwaktu itu sebagai kerajaan pengganti paska terjadinya gejolak yang melumpuhkan kerajaan Demak. Besar dan berkembangnya kekuasaan Mataram dengan pesat disokong oleh kekuatan islam yang telah menyebar kebeberapa wilayah Terlebih pengaruh kasunanan Cirebon dapat dirasakan di Jawa Barat.

Maka dalam perluasan wilayahnya sekitar Tahun 1575 M sejumlah prajurit dari kesultanan Cirebon masuk ke wilayah Kadangwesi sehingga berhasil mendirikan Padaleman Kandangwesi dibawah kepemimpinan Sembah Dalem Drava Yuda I memerintah selama 7 tahun (1575-1582) yang tewas oleh longsor besar akibat meluapnya dua sungai cirompang dan cikandang yang saling bertemu disekitar pangadegan. kemudian digantikan oleh Sembah Dalem Drava Yuda II memerintah selama 50 tahun (1583-1633) yang mengangkat dua kepatihan yaitu Santana Jiwa dan Parana Jiwa. Selama kepemimpinannya Drava Yuda banyak dibantu oleh syeh yang lebih dulu menetap sebagai pandita pertapa yang memiliki julukan Hiyang Sembah Dalem Sireupeun IV termasuk menantunya sendiri yang menikah dengan anak bungsu yaitu Nimas Candra. kepemimpinan Drava Yuda II memerintah selama 50 Tahun (1583-1633) yang kemudian Kadipaten Kandangwesi dilanjutkan oleh Hyang Jatuna”

Bermula dari komplik perlawanan Mataram ke batavia maka terjadinya perpindahan pengiriman upeti yang semula ke Cirebon menjadi ke Sukapura dengan maksud untuk memudahkan jalur pengiriman dan dari kesetiaannya maka tertoreh dua kali kandangwesi mendapatkan piagam berupa “Goong ” yang dikenal sebagai Goong Bojoeng. Ditengah situasi tersebut ditambah mulai masuknya para saudagar belanda yang melirik pembangunan perkebunan dikandangwesi melumpuhkan pengaruh mataram kebeberapa sector hingga terputusnya jalur pengiriman upeti ke Sukapura.

Berdasarkan sumber lain dikatakan pada 24 September 1665 atau bisa juga dimaksudkan sebagai tindaklanjut dari misi terdahulu Prabu Borosngora maka terulangnya sebuah pertemuan besar yang kali ini diselenggarakan oleh sejumlah bupati di sekitar Cianjur, Sukabumi dan Garut, mereka mengadakan musyawarah di Gunung Rompang (bagian dari pegunungan Beng-breng), Desa Loji, perbatasan antara Ciemas dan Palabuhan ratu.

Sejumlah Dalem (setingkat bupati kala itu) menyempatkan hadir dalam pertemuan tersebut, seperti Sang Hyang Panai-tan (Adipati Sukawayana), Adipati Lumaju Gede Nyilih dari Cimapag, Dalem Nalama-ta dari Cipaminglds, Dipati Jayaloka dari Cidamar, Hyang Jatuna dari Kandangwesi Garut, Adipati Krutuwuna dari Parakanulu, dan Hyang Manda Agung dari Kerajaan Sancang. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan, yaitu mengangkat Dalem Cikundul/ Aria Wiratanu I sebagai pemimpin dengan gelar Raja Gagang (Raja Pegunungan).

Catatan mengenai Raja Gagang ini tercantum dalam buku De Priangan jilid 2 dari Degregister Belanda tertanggal 14 September 1666 Masehi. “Dalam buku itu diterangkan bahwa Raja Gagang menyerahkan surat kepada Sersan Scipio, serdadu Belanda yang tengah melakukan pengukuran terhadap daerah bekas Kerajaan Pajajaran. Isi suratnya menyatakan bahwa kerajaan pegunungan (Raja Gagang) tidak tunduk kepada siapa pun, Sisi lain sikap antinya itu yang ditunjukan melalui gerakan persekutuan secara grilyawan telah menarik simpati sejumlah penguasa yang beberapa diantara kekuasaannya sudah melemah. setelah peristiwa itu, kiprah Raja Gagang tidak terdengar lagi. Akan tetapi, baginya, hal itu merupakan bukti sikap anti dan perlawanan terhadap penjajah.

Akhirnya berdasarkan perjanjian VOC dengan Mataram tanggal 5 Oktober 1705, maka seluruh wilayah Jawa Barat kecuali Banten jatuh ke tangan Kompeni. Untuk mengawasi dan memimpin bupati-bupati Priangan ini,
maka pada tahun 1706 Gubernur Jenderal VOC Joan van Hoorn (1704-1709) mengangkat Pangeran Arya Cirebon (1706-1723) sebagai opzigter atau Pemangku Wilayah Priangan.

Gubernur Jendral VOC menjadikan para Bupati sebagai pelaksana atau agen verplichte leverantie atau agen penyerahan wajib tanaman komoditas perdagangan seperti beras cengkeh, pala, lada, kopi, indigo dan tebu.

Kemudian menetapakan wilayah distrik Kandangwesi dengan batas “Pasir Garu” atau 5 sungai besar sebagai perbatasan distrik.

C. Perubahan Distrik Kandangwesi menjadi Kewedaan Bungbulang

Dilansir dari kanal YouTube Warta Lokal mengatakan bahwa dulunya Bungbulang itu adalah Distrik Kandangwesi dan berafiliasi dengan kerajaan Sukapura yang mana Sukapura ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram.

Batas dari wilayah Distrik Kandangwesi itu adalah sungai Cijambe untuk sebelah timur, sungai Cisela/Cidaun untuk bagian barat, gunung Kelebet untuk sebelah utara yang mana ini letaknya di Kabupaten Bandung, dan Pesisir Selatan untuk bagian selatannya.

Diketahui, afiliasi Kerajaan Sukapura itu tidak hanya Distrik Kandangwesi saja, tetapi ada Distrik Nagara/Pameungpeuk dan Distrik Batu Wangi/Cikajang.

Singkat cerita setelah banyak hal yang dilalui oleh Distrik Kandangwesi dan adanya tekanan dari para penjajah, maka pada tahun 1908, akhirnya Distrik ini berubah nama menjadi Distrik Bungbulang yang dipimpin seorang Wedana. Perubahan nama ini juga diikuti oleh sistem pemerintahannya. Fakta lainnya dari Bungbulang ini adalah asal usul penamaannya. Jadi Bungbulang itu berasal dari pohon Bungbulang.

Distrik Bungbulang ini merupakan bagian dari 8 Distrik dari Kabupaten Garut awal yaitu:
1. Distrik Pameungpeuk
2. Distrik Bungbulang
3. Distrik Cikajang
4. Distrik Bayongbong
5. Distrik Garut
6. Distrik Leles
7. Distrik Cibatu
8. Distrik Tarogong

D. Rajah Kandangwesi

Rajah Kandangwesi ini karya Kang Moch. Dadi Ali / kang M.A. Rachman…

Rep sirep napa dita ngabumi puseur pangawasa netepkeun titah sajati rahayuna ti hiyang widi seja ngalebu ngawatan netes waris nini aki

Mipit kanu nunggu leuit nu keur nyipuh dina leuwi nyumput buni dinu caang Sumeja tanghi naratas wanci tina hirup jeung huripna ilang nafsu hudang rasa ngusik jati para abdi nya bukti nyatria pawestri ti asal kuring jeung kurungna katut kandang jeung eusina

Medal kidung kandang wesi nabeuk tembang ngabuih rajah Rajah du’a sanubari hibarna rumuhun suci nyaksi diri pangancikan geusan usik meusek diri Tes putih mulya badan wawayangan gusti rosul

Sasadu ka para karuhun neda urug neda tangtayungan ti gusti dat nu maha pasti para nabi anu Linuhung muhamad jungjunan agung

Mapay tapak siliwangi teuleumna dihandeuleum sieum heuleut beurang heuleut peuting lapucang labuh kapuhu kebo mulih pakandangan carita uga di guar ngarentas ciri Pangbalikan nebar seungit wawingan temresna panggeuing eling

Bis wiwitan lah lekasan lah pangawe manusa suci lah pangawe manusa selam anus sah Sahadatna sampuraning iman suci
“Aamiin ya robal alamin”

Ditulis oleh: kang Oos Supyadin, Pemerhati Kesejarahan & Budaya

Semoga tulisan ini bermanfaat.(*)

Ditulis oleh Kang Zey

Dede Kusdinar Sebut Jika Garut Tidak Berubah, Saya Malu

12 Hari Hilang, Anak Perempuan di Garut Akhirnya Ditemukan di Lokasi Tak Terduga