GARUTEXPO– Sebuah tindakan kontroversial telah dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Garut yang menuai kritik tajam dari masyarakat. Dengan memotong dana infak penyaluran bantuan beras dari pemerintah kepada masyarakat miskin, BAZNAS Kabupaten Garut telah menimbulkan kehebohan di tengah-tengah publik.
Menurut Ketua Asosiasi Pewarta Pers Indonesia (A-PPI) DPD Garut, Ridwan, ST, mengatakan bahawa tindakan ini dianggap sebagai langkah yang ironis, memalukan, dan tidak terpuji, apa yang dilakukan oleh pihak BAZNAS Kabupaten Garut, dengan sengaja terang-terangan mengeluarkan secuil kertas pungutan secara kolektif melalui desa-desa dan kelurahan yang ada di kabupaten Garut, untuk memungut infak dari para penerima bansos ( Masyarakat kurang mampu).
“Tindakan ini bertentangan dengan kaidah agama dan aturan perundang-undangan yang mengatur penanganan fakir miskin,” ujar Ridwan kepada garutexpo.com, Minggu, 24 Maret 2024.
Lebih lanjut Ridwan menjelaskan, pihak BAZNAS Kabupaten Garut seharusnya paham dengan apa itu Fakir Miskin
Istilah “masyarakat miskin” sebagaimana yang dimaksud dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (“UU Fakir Miskin”) dengan sebutan “fakir miskin”.
Dalam pasal ini, yang dimaksud dengan fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.
Fakir Miskin dan Anak-Anak yang Terlantar Dipelihara oleh Negara
Secara hukum, fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”) yang berbunyi:
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
Pengejawantahan dari Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 ini dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dalam bentuk penanganan fakir miskin, sebagaimana diatur lebih lanjut dalam UU Fakir Miskin.
Penanganan Fakir Miskin
Sebagai suatu upaya terhadap fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara, dilakukan penanganan fakir miskin adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara. Kebutuhan dasar yang dimaksud yaitu kebutuhan pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan/atau pelayanan sosial.
Dalam memenuhi amanat Pasal 34 ayat (1) UUD 1945, pelaksanaan penanganan fakir miskin oleh pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Sosial.
Adapun di tingkat daerah, pelaksanaan penanganan fakir miskin dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi di tingkat provinsi serta pemerintah daerah kabupaten/kota di tingkat kota, sesuai dengan wewenang masing-masing sebagaimana dituangkan dalam Pasal 28-32 UU Fakir Miskin.
Pendataan Fakir Miskin. Sebagai dasar untuk melaksanakan penanganan fakir miskin dalam upaya mewujudkan amanat Pasal 34 ayat (1) UUD 1945, Menteri Sosial menetapkan kriteria fakir miskin berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait. Selanjutnya, Badan Pusat Statistik (“BPS”) akan melakukan pendataan berdasarkan kriteria tersebut. Terhadap hasil pendataan tersebut, Menteri Sosial melakukan verifikasi dan validasi yang dilakukan secara berkala, minimal 2 tahun sekali.
Selain itu, seorang fakir miskin yang belum terdata dapat secara aktif mendaftarkan diri kepada lurah atau kepala desa atau nama lain yang sejenis di tempat tinggalnya. Artinya ada keaktifan secara 2 arah dari pemerintah dan dari pribadi fakir miskin. Atas pendaftaran tersebut, lurah, kepala desa, atau nama lain yang sejenis menyampaikan pendaftaran tersebut kepada bupati/walikota melalui camat, untuk kemudian disampaikan kepada gubernur untuk diteruskan kepada Menteri Sosial.
Selanjutnya, data fakir miskin yang telah diverifikasi dan divalidasi tersebut ditetapkan oleh Menteri Sosial sebagai dasar bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk memberikan bantuan dan/atau pemberdayaan. Bentuk Penanganan Fakir Miskin dilaksanakan dalam bentuk :
1. Pengembangan potensi diri, yaitu upaya untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri seseorang, antara lain mental, spiritual, dan budaya.
2. Bantuan pangan dan sandang, yaitu bantuan untuk meningkatkan kecukupan dan diversifikasi pangan serta kecukupan sandang yang layak.
3. Penyediaan pelayanan perumahan, yakni bantuan untuk memenuhi hak masyarakat miskin atas perumahan yang layak dan sehat.
4. Penyediaan pelayanan kesehatan, yakni penyediaan pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan dasar fakir miskin.
5. Penyediaan pelayanan pendidikan, yakni penyediaan pelayanan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan dasar fakir miskin dalam memperoleh layanan pendidikan yang bebas biaya, bermutu, dan tanpa diskriminasi gender.
6. Penyediaan akses kesempatan kerja dan berusaha, untuk memenuhi hak fakir miskin atas pekerjaan dan pengembangan usaha yang layak.
7. Bantuan hukum, yaitu bantuan yang diberikan kepada fakir miskin yang bermasalah dan berhadapan dengan hukum; dan/atau pelayanan sosial.(*)