GARUTEXPO – Pemerintah Provinsi Jawa Barat bekerja sama dengan BMKG dan TNI AU terus menggelar Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk mengurangi risiko bencana akibat curah hujan ekstrem. Operasi ini akan berlangsung hingga 20 Maret 2025.
Menurut Analis Kebencanaan Ahli Muda BPBD Jabar, Edwin Zulkarnain, OMC dilakukan sebagai langkah mitigasi terhadap meningkatnya kejadian bencana hidrometeorologi di berbagai wilayah. Saat ini, daerah seperti Bogor dan Bekasi telah menetapkan status tanggap darurat, sementara BMKG memprediksi curah hujan menengah hingga lebat masih akan terjadi sepanjang Maret.
“Melalui OMC, kami berharap dapat mengurangi intensitas hujan ekstrem sehingga wilayah yang rawan bencana bisa lebih siap menampung curah hujan tanpa mengalami dampak yang parah,” ujar Edwin Zulkarnain, Kamis (13/3/2025).
Teknik modifikasi cuaca ini dilakukan dengan menyemai bahan khusus ke dalam awan yang berpotensi menurunkan hujan lebat. Penyemaian dilakukan menggunakan pesawat yang diterbangkan ke titik-titik tertentu yang telah dipantau sebelumnya oleh BMKG.
Bahan yang digunakan dalam penyemaian awan umumnya berupa natrium klorida (garam) atau zat higroskopis lainnya yang berfungsi mempercepat pembentukan butiran air dalam awan. Dengan demikian, hujan dapat turun lebih cepat atau dialihkan ke lokasi yang lebih aman, seperti di laut.
“OMC ini bukan untuk menghilangkan hujan sepenuhnya karena hal itu membutuhkan daya yang sangat besar. Namun, melalui penyemaian yang tepat, kita bisa mengurangi curah hujan ekstrem di wilayah rawan banjir dan longsor,” jelas Ketua Tim
Teknik OMC BMKG Pusat, Bayu Prayoga.
Selama operasi, pesawat penyemai awan melakukan penerbangan hingga tiga kali sehari. BMKG bertindak sebagai pengawas utama dalam menentukan titik pertumbuhan awan yang menjadi target penyemaian, berdasarkan pantauan radar dan citra satelit.
Sementara itu, pilot dan tim teknis dari TNI AU memastikan bahan semai tersebar dengan optimal, sehingga hujan bisa dialihkan dan diturunkan di tempat yang lebih aman.
Bayu menegaskan bahwa air hujan hasil OMC tidak berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Penyemaian hanya mengubah proses fisis awan tanpa mempengaruhi sifat kimiawi air hujan.
“Air hujan yang dihasilkan dari OMC sama dengan hujan alami. Kami juga rutin melakukan uji laboratorium untuk memastikan hal ini,” kata Bayu.
Terkait kekhawatiran masyarakat mengenai potensi banjir rob akibat OMC, Bayu menegaskan bahwa banjir rob lebih dipengaruhi oleh faktor astronomis seperti pasang naik air laut, bukan oleh hujan yang dihasilkan dari penyemaian.
“OMC tidak menyebabkan banjir rob, karena hujan yang turun di laut akan tersebar di area yang luas. Banjir rob terjadi karena faktor pasang surut yang berasal dari siklus alami air laut,” tuturnya.
Hingga hari ketiga pelaksanaan, OMC telah berhasil menurunkan hujan di laut sehingga curah hujan yang sampai ke daratan berkurang intensitasnya. Petugas di Posko Komando Husein Sastranegara terus memantau dan mengevaluasi hasil penyemaian secara real-time.
Setiap hari, setelah penerbangan terakhir, tim melakukan analisis dan merancang strategi penyemaian untuk hari berikutnya. Tim di lapangan bekerja secara intensif untuk memastikan operasi berjalan sesuai rencana dan memberikan dampak maksimal bagi mitigasi bencana.
“Ini adalah wujud nyata kerja sama lintas sektor dalam mengantisipasi dampak bencana. Kami harap masyarakat dapat memahami bahwa OMC adalah salah satu solusi untuk mitigasi risiko bencana di tengah tingginya curah hujan,” kata Bayu Prayoga.(*)